Wednesday 26 October 2011

[FANFIC] Ouran High School Host Club Episode 1


Ouran High School Club. This anime has nice OSTs. This review is the first episode of the anime. The seiyuu-tachi are perfect. Sakamoto Maaya as Fujioka Haruhi’s seiyuu is ignorant plus cute. Miyano Mamoru is indeed suitable for the role as Suoh Tamaki and Matsukaze Masaya also give a techie feeling as Ootori Kyouya. The twins brothers, Suzumura Ken’ichi as Hitachiin Hikaru and Fujita Yoshinori as Hitachiin Kaoru really really synchro. In other way, Saitou Ayaka voices Haninozuka Mitsukuni indeed give him fringe as a loli-shota, as Kiiri Daisuke voices Morinozuka Takashi give him taciturn effect. Hai-hai, ikimashou ka?

OURAN HIGH SCHOOL HOST CLUB
EPISODE 1
“YOU ARE A HOST STARTING TODAY”

Ouran High School Host Club is the property of Bisco Hatori, Studio Bones, and Lala monthly magazine

Anime dibuka dengan suasana musim semi yang dilatarbelakangi langit biru dengan awan putih lembut melayang. Kelopak sakura beterbangan disusul dengan burung-burung merpati yang terbang bergerombol. Suara kicauan mereka terdengar. Sebuah jam raksasa berdiri tegak menunjukkan pukul 15.03. Sudah hampir senja. Kegiatan belajar mengajar di sekolah itu sudah selesai. Sekolah itu dibangun dengan gaya arsitektur zaman Victoria. Sangat cantik dan elegan. Seseorang berkacamata yang berpakaian lusuh tampak keheranan dengan kondisi sekolah elit itu. Ia meringis melihat ruang perpustakaan keempat yang ia kunjungi masih saja diwamai dengan anak-anak yang berceloteh dan bersenda gurau. Perpustakaan itu tidak tampak seperti perpustakaan. Ia melihat dari celah pintu dan menghela nafas pendek. Ruangan itu sangat luas dengan rak yang berisi buku-buku berjumlah ribuan tersusun rapi. Atapnya tinggi menjulang seperti kubah istana. “Reading Room” demikian ruang itu dinamakan, tidak menunjukkan fungsinya yang sesungguhnya. Ia kemudian menutup pintu itu dan berjalan gontai mencari tempat membaca lainnya. Ia menaiki tangga dengan karpet merah mewah menuju ke lantai dua. Ia ingin mencari ruangan yang sepi tempat ia bisa berkonsentrai belajar. Sambil berjalan menuju lantai dua, ia menggerundel sendiri, “Disini ada empat ruang baca, tetapi semuanya berisik. Sangat mengherankan?!”.

Matahari keemasan menyinari lantai dan koridor Ouran. Sinarnya menembus jendela-jendela kaca kristal yang menghangatkan pipi. Ia berhenti sejenak menikmati pemandangan di luar: langit biru luas terhampar dan merpati putih bergerumbul terbang kian kemari. Beberapa detik kemudian, ia berjalan lagi. Pandangannya menunduk. Dalam hati ia berucap, “Ibu yang ada di surga, sepertinya sudah sepuluh tahun sejak engkau tidak ada. Anak-anak orang kaya pergi ke sekolah hanya untuk bermain-main saja”. Ia menemukan ruang musik yang kelihatannya tidak terpakai. Ia memutar pegangan pintunya. “Aku rasa hanya tempat ini lah dimana aku bisa belajar dengan tenang”, katanya masih dalam hati. Ia mengintip ke dalam. Kelopak mawar beterbangan dan aromanya yang manis mengagetkan vili-vili olfaktorinya. Dari dalam, terdengar sapaan ramah dan bergairah, “Welcome”. Tidak hanya satu suara saja. Ia melongo. Di depannya, terhampar sebuah ruangan dengan dinding berwarna kombinasi salem muda yang kalem dan pink yang ceria. Enam orang laki-laki menyambutnya. Salah satunya yang berambut pirang duduk di sebuah kursi berlengan berwarna merah. Ya ampun, seperti raja. Ia juga melihat seorang anak kecil bermata besar yang juga berambut pirang kecoklatan yang berwajah innocent, seorang laki-laki berkacamata yang tampak cool, sepasang anak laki-laki kembar yang identik bagaikan cermin dan seorang laki-laki tinggi yang berdiri setengah memunggungi mereka berlima. Setengah wajahnya tidak terlihat. Pose mereka sepertinya sudah diperhitungkan karena kombinasi yang didapatkan sangat serasi. Yare-yare... “Aku menemukan Host Club”, lanjutnya terpesona.

Sebuah suara lelaki memberikan narasi dilatarbelakangi sebuah kompleks sekolah yang luar biasa mewah. Gedungnya laksana istana raja-raja Inggris dikelilingi dengan taman-taman yang indah dan terawat. “Sekolah Swasta Ouran didefinisikan sebagai satu, keluarga yang memiliki prestis, dua, kekayaan dan orang-orang yang mempunyai kelebihan waktu dalam hidupnya”, katanya menggebu-gebu. Narator (yang ternyata adalah host berambut pirang) melanjutkan, “Oleh karena itu, Ouran Host Club adalah mengenai para pria tampan yang mempunyai waktu memberikan keramahannya menemani gadis-gadis yang menawan yang kebanyakan waktu dan kekayaan”. Sang narator mengambil nafas sejenak sebelum menyambung lagi, “Ini adalah permainan elegan yang ada di sekolah super kaya ini”. Sebuah guci antik ditunjukkan dengan tanda panah flash berkedip-kedip terus menerus. Sesuatu akan terjadi dengan guci itu.

Anak berkacamata berpakaian lusuh tadi terbengong-bengong dan melongo. “Ho-ho-host Club?”, gagapnya. “Apaan? Cowok toh?”, kata si kembar bareng. Host berkacamata berambut hitam langsung menyambung, “Hikaru dan Kaoru, kalian berdua satu kelas sama tamu kita yang ini kan?”. Hikaru dan Kaoru adalah nama si kembar tadi. “Yeah, tapi, dia tidak terlalu banyak bergaul dengan yang lainnya. Jadi kita juga nggak terlalu tahu”, si kembar menukas berbarengan dengan pose yang sama. Host berkacamata itu mencerna sejenak kata-kata si kembar sebelum mengulum senyumnya seakan berkata, “Kau tidak tahu apa-apa ya?”. (SEBUAH LAMPU MEREK NATIONAL 100 VOLT 54 WATT MENYALA TERANG. IA ADA DIANTARA ENAM LAMPU LAINNYA. LIMA LAMPU LAINNYA TIDAK MENYALA). “Oh, itu sebenarnya sangat kasar loh!”, si host berkacamata berkomentar. Si kembar mengangkat bahu bebarengan dan saling pandang. Host berkacamata itu melipat tangannya seraya berucap, “Selamat datang di Ouran Host Club, murid khusus”. Sedetik kemudian, pria berambut blonde yang duduk di kursi merah bangkit dari duduknya dan terkejut, “Apa?!”. Matanya sangat biru ternyata. “Jadi dia ini adalah murid khusus pengecualian, Fujioka Haruhi?”, lanjutnya dengan pandangan terpesona layaknya baru saja melihat hewan unik yang tak pernah dilihatnya. Mukanya memenuhi layar. Si anak berkacamata yang berpakaian lusuh yang ternyata bernama Fujioka Haruhi sedang kerepotan membuka kembali pintu masuk Host Club. Ia kemudian berhenti dan menanyakan, “Kenapa, kamu tahu namaku?”. (Panah itu masih berkedip-kedip). Host berkacamata menjelaskannya, “Manajemen sekolah ini setidaknya membuat rakyat jelata susah untuk masuk”. Si kembar memunggungi Haruhi dan pasang pose istirahat di tempat. Haruhi tidak tahu harus tersenyum atau marah. Tampak di latar belakang sebuah tulisan kanji ‘rakyat jelata’. Si host berkacamata masih melanjutkan penjelasannya, “Sulit masuk di Ouran kecuali kamu adalah seorang yang amat sangat ngotot belajar dan kutu buku”. Sekali lagi sebuah kanji berarti ‘kutu buku’ muncul di latar belakang. “Haa.... mengapa... terima kasih...”, Haruhi tidak tahu harus berkomentar apa.

Sebuah tangan meraih pundak kirinya, pemiliknya adalah si host berambut pirang yang tampak menonjol sendiri (panah terus berkedip-kedip). “Yes. Dengan kata lain, kamu adalah pahlawan, Fujioka-kun”, katanya bangga. “Misalnya engkau adalah murid nomor satu di kelasmu, kamu adalah anak miskin nomor satu di sekolah ini”, lanjutnya dengan nada tak menghina. Haruhi bergidik dan bergeser menjauh dari jangkauan tangannya. Host pirang itu mengejar Haruhi yang berjalan kepiting seraya terus mencerocos, “Orang lain mungkin akan mengucilkanmu sebagai rakyat jelata kasta terbawah”. Haruhi menangkis ucapannya, “Tidak, aku tidak seburuk yang kamu katakan...”, Haruhi masih berjalan kepiting, kini menuju arah sebaliknya. Host pirang itu terus mengejar Haruhi dan berpose layaknya pemeran pentas di panggung, “Oh, ayolah, mengapa tidak?. Miskin HORE!!! Binbou BANZAII da!!”. Ia kembali meraih pundak kanan Haruhi. Wajahnya dipenuhi sinar-sinar berkilauan. “Selamat datang di dunia kami, wahai orang miskin”, katanya dengan menyebarkan senyum penuh pesona dan melebarkan tangannya ke udara.

Haruhi berjalan menuju pintu hendak keluar. Tidak menghiraukan adegan barusan. “Please excuse me”, katanya datar. Kali ini, si anak kecil berwajah innocent itu menarik tangan Haruhi. Haruhi terseret-seret berusaha mengelak. “Hey! Hey, Haru-chan! Haru-chan~~!”, serunya riang (wajahnya di bumbui hati berwarna merah muda yang berputar-putar). “Haru-chaan~~, kamu adalah pahlawan yaa~~? Kamu hebaaat yaaa~~!”, sambungnya dengan matanya yang lurus. “Aku hanyalah murid khusus, bukan pahlawan”, Haruhi mengoreksi ucapannya (panah terus berkedip-kedip). “Tunggu dulu, siapa yang kamu panggil Haru-chan?”, Haruhi mengamuk dan marah. (FYI, memendekkan nama dan menambah akhiran –chan hanya digunakan jika seseorang sudah sangat dekat dengan temannya, selebihnya, pemberian akhiran ini jika ditambahkan pada nama seseorang yang baru saja dikenal dapat diartikan sok kenal sok dekat, penghinaan dan dianggap tidak sopan). Layaknya adegan hiperbolis, Haruhi menjadi bertaring dan ludahnya berhamburan pada anak kecil berwajah baby-face itu. Haruhi sampai terengah-engah kecapekan.

“Tapi aku tidak pernah menduga kalau si kutu buku yang terkenal ini ternyata adalah seorang gay”, Host berambut pirang itu muncul lagi. “Gay?”, Haruhi tidak mempercayai pendengarannya. Si host pirang yang tampak berpikir keras itu kemudian bertanya, “Jadi, tipe seperti apakah yang kamu sukai? Tipe liar (tampak si cowok tinggi beraura pendiam dengan mawar hitam dan sulur-sulurnya)? Tipe loli-shota (tampak si anak kecil tampang baby-face sedang memeluk boneka kelinci berwarna pink dan mawar pink)? Tipe setan kecil (tampak si kembar berpose seperti belahan cermin dengan mawar biru dan jingga)? Tipe cool (tampak host bekacamata dengan mawar ungu)?”. Haruhi merinding mendengarnya. Ia berjalan mundur segera mencari cara untuk kabur dari situasi itu. “Ti-tidak! Aku cuma mencari tempat yang sepi untuk belajar aja—“, jelas Haruhi takut-takut. Jaraknya dengan guci antik itu tinggal semeter lagi. Panah terus berkedip-kedip. Host pirang itu semakin gencar mendekati Haruhi, “Atau... bagaimana dengan-KU?”. Ia memegang lembut dagu Haruhi dan tersenyum menggoda (dengan mawar putih beterbaran). Kontan saja Haruhi merinding setengah mati. “Mau coba?”, lanjutnya masih dengan senyumnya dan kini ia mengelus dagu Haruhi pelan. Rasa merinding Haruhi mencapai batas maksimal (reviewer juga merinding niy o_O). Haruhi melompat ke belakang dengan segenap kekuatannya, mencoba meloloskan diri. Ia menyenggol guci antik itu. Guci itu bergoyang sesaat. Berguling. Jatuh ke bawah seiring dengan gravitasi membawanya. Sontak Haruhi melihatnya dan refleksnya bekerja. Layaknya adegan lambat. Semuanya seharusnya terjadi hanya dalam waktu beberapa detik saja. Haruhi menengok ke belakang. Ia menjangkaukan tangannya ke arah pegangan guci itu. Ia sempat merasakan kibasan benda padat itu. Ia mencengkeram erat. Tidak. Mereka tidak berpotongan. Guci malang itu lebih mematuhi panggilan gravitasi. Ia berguling terakhir kali sebelum terdengar suara nyaring yang pecah memekakkan terlinga. Guci itu remuk berhamburan. Haruhi berteriak tanpa suara. Mulutnya tergantung pada rahangnya. Ia ternganga.

Si kembar muncul lagi. “AA—AAH! Guci bunga buatan Rene yang akan dilelang...”, Kaoru berkomentar sambil melihat serpihan guci yang sudah tidak berbentuk lagi. “Ini nggak baik sama sekali. Padahal kita bisa dapet delapan juta yen dengan lelangnya”, Hikaru balas menyambung seakan tahu kalimat selanjutnya. Haruhi yang masih terlongo-longo terkejut dengan informasi yang memasuki telinganya. Jantungnya melorot. “DELAPAN JUTA YEN?”, teriaknya histeris. “Tunggu dulu, berapa ribu sih delapan juta yen itu?” gerundelnya pada dirinya sendiri. Ia menghitung-hitung dengan sebelah tangannya. Wajahnya tertunduk pucat dan tak bernyawa. Belum lima menit Haruhi ada di ruangan (celaka) itu dan sekarang ia sudah harus menanggung utang sebanyak yang tidak dapat dibayangkannya. “Umm...”, Haruhi mencoba menerima kenyataan yang ada. Ia memandang para anggota Host Club. “Mengenai pembayarannya...”, ia berkata takut-takut. “Emangnya kamu bisa? Buat seseorang yang nggak bisa mempunyai seragam sekolah ini?”, tanya si kembar sarkastis.

Memang benar, Haruhi memang tidak mengenakan seragam Ouran pada umumnya. Ia berbeda sendiri (nanti kita akan tahu berapa harga satu set pakaiannya). Hati Haruhi mencelos. Ia jatuh berlutut. “Lagian, ngapain sih kamu pakai pakaian yang tampak bodoh itu?”, si kembar masih terus menerus menggerecoki Haruhi. Si host berkacamata mengambil satu serpihan guci dan mempermainkannya dengan tangannya. “Jadi gimana nih, Tamaki?”, tanyanya dari arah belakang Haruhi. Haruhi terkejut setengah mati, seperti ia akan menunggu hukuman eksekusi telah melakukan suatu tindakan tak termaafkan. Si host berambut pirang yang ternyata bernama Tamaki itu kemudian duduk di kursinya lagi. Ia menyilangkan kakinya, duduk dengan elegan. “Pernahkah kau mendengar hal ini, Fujioka-kun?”, ia menunjuk ke arah Haruhi dengan mata terpejam dan sebelah tangannya menyangga dagunya. “Kalau kau ada di Roma, lakukan seperti cara orang Roma. Kalau kamu nggak punya uang, maka bekerjalah untuk mendapatkannya!”, jelas Tamaki sambil mengutip salah satu peribahasa. Sikapnya sudah berubah sama sekali. “Mulai hari ini, kamu adalah anjing Host Club!”, keputusan sepihak Tamaki ini tampak seperti eksekusi yang lebih mengerikan dibandingkan hukuman penjara seumur hidup. Tampak di latar belakang berturut-turut tulisan kanji, hiragana dan katakana beserta gambar anjing ditampilkan diiringi gonggongan anjing. Haruhi yang sepertinya sudah kehilangan 99 persen nyawanya hanya terlongo-longo saja.

“Gawat, nih, Ibu.”, Haruhi berubah putih semuanya. “Aku sudah dimanfaatkan sama klub aneh ini”, ujarnya dalam hati. Tamaki mengibaskan tangannya di depan Haruhi seperti mengecek apakah Haruhi memahami hal-hal yang dikatakannya. Si kembar mengamati Haruhi layaknya benda pajangan. Anggota host yang lain juga mengerubungi Haruhi yang soul-nya sudah menguap. Si loli-shota-boy mendorong bahu Haruhi untuk menyadarkannya. Haruhi jatuh berdebam ke lantai. Yare-yare...

Adegan berganti. Sekarang Host Club sedang buka. Tampak anak-anak gadis sedang duduk melingkar berkelompok-kelompok pada meja-meja bundar yang telah ditata sebelumnya. Mereka asyik bercakap-cakap. Seluruh anggota Host Club nampaknya menemani mereka. “Musik jenis apa yang kamu sukai, Tamaki-kun?”, seorang klien yang ditemani Tamaki bertanya. Tamaki dengan klien-kliennya sedang duduk di sebuah sofa merah panjang ditemani dengan teh dan kue-kue manis. Tamaki segera menjawab, “Tentu saja, lagu yang kita bagi dalam memori kita”. Ia menemani empat orang klien sekaligus. “Hari ini saya membuat kue. Kau mau mencicipinya?”, tanya seorang klien lainnya. Tamaki meraih pundak dan dagu kliennya lembut. Dengan berwajah sendu, ia berkata penuh pesona, “Kalau engkau mengizinkanku menikmatinya”. Di layar diperkenalkan Suoh Tamaki sebagai presiden Host Club (sebutannya King), murid kelas dua Ouran High School. Kliennya tersipu-sipu, “Oh, Tamaki-kun...”. Seorang klien lainnya yang duduk di sebelah kiri Tamaki membuka suara. Ia meletakkan cangkir tehnya seraya berkata dengan nada yang berirama, “Tamaki-sama, saya sudah mendengarnya. Katanya kau memungut anak kucing liar ya?”. Wajah kliennya cantik dengan dahi tinggi dan berkarakter licik. Ia tersenyum dengan samar. Tamaki menjawabnya, “Oh, aku tidak menyebutnya anak kucing, tetapi...”. Ucapannya menggantung.

Tamaki melihat Haruhi berjalan memasuhi ruangan Host Club seraya memegang barang-barang yang disuruh untuk dibeli. “Wah, baru saja diomongin...”, ujarnya pelan. “Kobuta-chan, terima kasih atas kerja kerasnya”, Tamaki berseru dari tempat duduknya. (Kalau diterjemahkan Kobuta-chan berarti babi mungil, karena alasan perbedaan kultur, jadi reviewer menulisnya dengan Kobuta-chan saja!). Para klien Tamaki memandang Haruhi dengan takjub. “Apakah kau membeli barang-barang dengan tepat?”, ujar Tamaki sambil mengedipkan salah satu matanya dan melambai-lambaikan tangannya untuk memperoleh efek anggun. Haruhi yang baru saja sampai hanya bisa bengong dengan sweatdrop di kepalanya. “Kobuta-chan?!”, gumamnya pelan. Di layar tampak Fujioka Haruhi diperkenalkan sebagai anak kelas satu yang sekarang menjadi anjing pesuruh Host Club.

Haruhi menyerahkan barang-barang belanjaannya. Tamaki menggenggam sebuah botol yang berisi serbuk berwarna hitam. Tak beberapa lama kemudian, Tamaki bertanya dengan polos, “Jadi, ini apa?”. “Kopi, seperti yang terlihat”, jawab Haruhi pendek apa adanya. “Aku belum pernah melihatnya. Ini yang disebut kopi yang sudah digiling kan?”, sambung Tamaki setengah terpesona. Kliennya memandangi dengan rasa ingin tahu. “Bukan, itu adalah kopi instan”, sanggah Haruhi mengoreksi. Klien Tamaki yang duduk di seberang meja, secara bersamaan memiringkan kepalanya ke kiri dan berkata, “Kopi instan?”. Tamaki yang sepertinya pernah mendengar ungkapan tersebut sebelumnya tersadar dan terkagum-kagum melihat benda sesungguhnya ada di depan mata. “OHH!! Ini adalah tipe yang bisa langsung jadi setelah ditambahi air panas kan?”, Tamaki berseru sambil memegangi botol itu lebih erat dengan dua tangannya. “Yang disebut dengan kopi rakyat jelata, kan?”, simpul Tamaki akhirnya. Beberapa anak perempuan lainnya bergerak mendekati sofa Tamaki. Mereka bergerumbul ingin tahu. “Oh, jadi itu yang disebut dengan—“, celetuk seorang tamu. “Jadi memang benar kalau rakyat jelata meminum jenis itu karena mereka tidak sempat menggiling kopi karena waktu mereka yang sedikit”, cetus tamu yang lain. Serentak tamu-tamu lainnya menganggukkan kepala mereka bersamaan. HERAN!! Anak-anak Host Club lainnya ikutan berkumpul. Si host berkacamata berujar, “Oh, kebijaksanaan rakyat jelata. I see...”. “Hey, cuma 300 yen untuk 100 gram”, Hikaru angkat bicara. “Harga yang luar biasa”, sambung Kaoru, kembar satunya. Haruhi yang sejak tadi diam saja, angkat bicara, “Aku akan membeli yang baru lagi. Maafkan aku tidak membeli kopi yang mahal”. Ia mencoba terdengar biasa saja padahal dalam hati sudah geregetan setengah mati. Tamaki langsung mengangkat tangannya. “NO, tunggu!”, serunya cepat. Para klien dan anggota host club yang lain terkejut. Tamaki berdiri seraya berucap, “Aku akan mencobanya”. Serentak, semuanya terkaget-kaget dengan ‘keberanian’ Tamaki barusan (kecuali klien Tamaki yang berdahi tinggi itu, ia terus menyeruput tehnya dalam diam). Untuk menambah efek dramatis, Tamaki mengangkat botol kopi itu tinggi-tinggi seraya berseru, “Aku akan meminumnya!”. Lagi-lagi, semua yang hadir disitu terpesona dan bertepuk tangan. Seruan-seruan kekaguman diiringi suara telapak tangan beradu mewarnai drama one-man-show Tamaki barusan. Ia menurunkan tangannya dan seakan berkata, “Sudahlah... serahkan padaku”.

Haruhi yang sama sekali tidak mengerti jalan pikiran mereka semua hanya terbengong dan berwajah suram saja. “Oke, Haruhi. Ayo kesini dan buatkan kami beberapa cangkir kopi rakyat jelata”, tukas Tamaki seraya menuju meja panjang, yang lain mengikutinya. Di atasnya terdapat poci dan cangkir-cangkir yang seragam. Haruhi mengerling pada Tamaki seraya berkata dalam hati, “You rich bastards...”. “Tamaki-sama hanya tertarik sementara saja”, sebuah suara yang dari tadi membisu terdengar. Si pemilik suara ternyata adalah klien Tamaki yang berdahi tinggi itu tadi. Ia meletakkan cangkir tehnya pada tatakan dengan bunyi ‘tuk’ pelan. “Tidak mungkin kopi favorit rakyat jelata yang dibeli oleh rakyat jelata akan cocok dengan lidahnya, kan?”, sambungnya dengan memejamkan matanya. Suaranya hanya bisa didengar Haruhi. Haruhi yang dari tadi memperhatikan panggilan Tamaki hanya bisa ber-huh pada pernyataan tamu barusan yang setengah didengarnya. “Ah, sori, saya hanya berbicara dengan diri saya sendiri”, sergahnya seraya menatap Haruhi. Haruhi berkomentar, “Oh...”. Untuk kedua kalinya, Tamaki memanggil Haruhi dan dijawab Haruhi dengan enggan, “Yeah, yeah”.

Haruhi segera mempraktekkan cara membuat kopi rakyat jelata. Ia menaruh sesendok teh kopi lalu menuangkan air panas ke dalam cangkir-cangkir yang telah disediakan. Selama demo itu berlangsung, para tamu yang hadir menatap kagum. DAN kopipun siap dinikmati. Haruhi menawarkan kopi yang mengepul panas itu pada tamu yang hadir. “Silakan”, demikian ia berkata. Tamaki dengan wajah semburat merahnya dan latar belakang mawar merah berkata, “Ayo kita nikmati bersama-sama”. Haruhi membawa nampan di dadanya (kedua tangannya terlipat bersamaan). Tamaki dengan wajah bersinar-sinar berpose narsis. Para klien bergumam, “Aku sedikit takut meminumnya”. Klien yang lain berseru, “Ayah akan marah kalau tahu aku meminumnya”. Tamaki dengan pedenya langsung meraih klien itu dan berkata lembut, “Jadi, apakah kamu ingin meminumnya dari mulut ke mulut langsung?”. DHUAR!!! “Sa-saya mau”, jawab klien yang terbius dengan pesona Tamaki. Yare-yare... Tamu-tamu yang lain hanya ber-KYA-KYA-KYA, mendengarnya. Haruhi bergumam dalam hati, “Yare-yare...”.

Para anggota Host Club kembali bekerja. Terdengar ketawa jenaka salah satu si kembar – Hikaru – yang disambung dengan gurauan, “Dan, dia ngomong kalo dia terbangun karena bermimpi buruk”. Hikaru duduk di sebuah kursi merah yang satu set dengan mejanya. Salah satu kakinya dinaikkan ke atas. Kaoru, kembarannya ikut mendengarkan dengan pandangan yang susah digambarkan dengan kata-kata. Klien yang mereka temani ada dua orang. Para klien itu tersenyum-senyum. Sontak saja, setelah Hikaru selesai dengan kalimatnya, Kaoru memprotes dengan berujar, “Hikaru! Cerita itu...di depan orang lain... kamu jahat sekali...”. Wajahnya merajuk pilu dan setengah menangis. Hikaru yang tersadar, bergumam pelan, “Kaoru...”. Dua orang kliennya dengan wajah memerah menunggu adegan klimaks yang akan ditampilkan. Hikaru meraih wajah adiknya. Wajahnya yang penuh dengan kasih sayang (???) tampak menyesal telah mengatakan hal barusan. Dilatarbelakangi mawar merah yang berpendar-pendar, si kembar diperkenalkan sebagai Hitachiin Hikaru dan Kaoru, murid kelas satu SMA Ouran. “Maaf, Kaoru”, kata Hikaru mesra. “Saat itu, kau tampak sangat imut, jadi aku...”, Hikaru mencoba beralasan (tetap dengan tatapan mesra!). “Hikaru...”, gumam Kaoru dengan mata yang bersinar. DHUAR!!! KYAA~~~ Dan klien si kembar meledak dalam jerit histeris melihat “forbidden thing” itu tadi. “Cinta kakak beradik yang sangat cantik!!”, jerit mereka berdua berbarengan. Wajah mereka sudah dapat disamakan dengan kepiting rebus karena kegirangan. Yare-yare... Haruhi yang lalu lalang mengantarkan teh dan kue-kue ke meja para klien hanya bisa bergumam dalam hati (dan ada sewatdrops-nya juga sih), “Lalu ngapain kalian jejeritan kegirangan kayak gitu sih?”. Ia tidak memahami sama sekali.

Anggota Host Club lainnya datang. Si loli-shota dan partner-nya si tinggi pendiam. Si loli-shota berada di gendongan punggung rekannya. Ia mengucek matanya yang mengantuk dan berkata, “Maaf~~ Aku telaat~~”. Tamu yang sudah ‘memesan’ mereka tersenyum senang melihat mereka berdua (ada tiga orang). Mereka langsung berseru, “Honey-kun! Mori-kun! Kita sudah menunggu lama banget loh!”. Si tinggi pendiam meletakkan loli-shota ke lantai. “Soriii~~ Aku tadi nungguin Takashi nyelesein latihan kendonya sampai mengantuk~~”, kata si loli-shota. Di layar tampak si tinggi pendiam diperkenalkan sebagai Morinozuka Takashi, biasa dipanggil Mori dan adalah murid kelas 3 SMA Ouran. Si loli-shota kemudian diperkenalkan sebagai Haninozuka Mitsukuni, biasa dipanggil Honey dan adalah murid kelas 3 SMA Ouran (Perhatian! Mori dan Honey adalah satu angkatan dan satu kelas!!). Mori mengambil tempat duduk di sebelah klien yang duduk sendirian. “Aku masih mengantuuuk~~”, ujar Honey sambil mengucek matanya lagi. Para tamu menjadi gemes dengan adegan barusan dan ber-KYAA sambil menjerit histeris, “CUTE!!”. Yare-yare...

Haruhi yang mengamati dari kejauhan berucap, “Apa benar dia kelas tiga?”. Host berkacamata menjelaskan, “Jangan lihat penampilannya. Honey-senpai itu murid brilian. Dan nilai jual Mori-senpai itu ada pada sikap pendiamnya”. Ia membawa sebuah map berwarna hitam yang kelihatannya penting sekali. “Haa—“, gumam Haruhi tidak percaya. Tiba-tiba, seseorang bersuara, “Haa~~ruu~~chaan~~”, lalu berayun pada tangan Haruhi. Oh, ternyata Honey. Haruhi berputar pusing. “Haru-chan~~ mau ikut makan kue bareng kami?~~~”, tanyanya riang. “Enggak usah, aku nggak terlalu suka makanan manis”, jawab Haruhi masih dengan mata yang berputar-putar. “Jaa~~ kalo gitu aku pinjemin boneka kelinciku ya~~~”, sambung Honey (boneka kelinci Honey mempunyai nama Usa-chan). Haruhi yang berusaha mendapatkan kembali kesadarannya berkata, “Aku juga nggak terlalu suka sama kelinci...”. “Jadi Haru nggak suka sama kelinciku?”, rayu Honey dengan air mata di pelupuk matanya. Ia menunjukkan Usa-chan yang berwana pink. Haruhi yang sudah 100 persen sadar tertegun dan memandang Usa-chan beberapa saat. “Ternyata imut ya..”, kata Haruhi sungguh-sungguh. Honey yang memandang Haruhi dari balik bonekanya menyadari sesuatu. SEBUAH LAMPU MEREK NATIONAL 100 VOLT 54 WATT MENYALA. EMPAT YANG LAIN TIDAK. “Jaga dia baik-baik ya~~~”, seru Honey lalu melompat-lompat kegirangan menuju kursinya lagi. Honey berguling-guling seperti anak kecil di pangkuan kliennya.

“Klub kami menjual karakteristik unik masing-masing anggota karena tujuan kami adalah membuat tamu menjadi puas”, si host berkacamata mulai mejelaskan lagi. “By the way, Tamaki adalah host nomor satu kami, sebutannya adalah King. 70 persen klien ingin ditemani dia”, sambungnya. “Wah, semua dunia ada pada dia ya?”, komentar Haruhi. Si host berkacamata kemudian diperkenalkan sebagai Ootori Kyouya, menjabat sebagai wakil presiden Host Club dan murid kelas 2 SMA Ouran. “Ngomong-ngomong, hutangmu yang 8 juta yen itu, sepertinya kamu akan terus mejadi anjing Host Club sampai kamu lulus. Ah... sori, maksudku pesuruh Host Club”, jelas Kyouya panjang lebar sambil tersenyum. Haruhi yang masih mendekap Usa-chan terlongo-longo memandang Kyouya, tak dapat berkata apapun. “Kamu diperbolehkan lari, tapi keluargaku mempunyai kurang lebih seratus polisi pribadi yang berpengalaman”, sambung Kyouya dengan monolognya. Di layar tampak barisan polisi yang berjumlah ratusan dengan lambang keluarga Ootori berwarna jingga berpendar-pendar. “Kamu, punya paspor?”, tanya Kyouya sambil membetulkan letak kacamatanya (sekedar memberi efek dramatis). Di layar tampak keterangan mengapa Kyouya menanyakan tentang paspor Haruhi yaitu adanya kemungkinan jika Haruhi lari, Kyouya bahkan dapat membuat Haruhi menghilang selamanya dari Jepang. (Don’t really think about it! Too dangerous!!). Haruhi terbengong dan bergumam, “Haa?!”.

Tamaki muncul entah dari mana dan berseru, “Benar. Bekerjalah dengan giat seperti anjing, Dasaoka-kun’. Dasaoka adalah modifikasi dari kata ‘dasai’ yang artinya pathetic (menyedihkan). Tamaki menggunakannya sebagai serangan verbal terhadap Haruhi. Tamaki meniup tengkuk Haruhi yang langsung membuat Haruhi merinding. Haruhi terlompat ke depan dan mengambil nafas karena terengah-engah. “Tolong hentikan itu”, pinta Haruhi. “Kamu nggak bakalan populer di kalangan cewek kalo kamu menyedihkan seperti itu”, terang Tamaki. “Aku pada dasarnya nggak terlalu tertarik sama hal seperti itu”, jelas Haruhi. “Kamu ini ngomong apa? Itu adalah hal yang penting!”, Tamaki dengan pose prince-charming menjelaskan panjang lebar. Dengan gaya narsisnya, dan setangkai mawar merah di tangannya, ia mencerocos, “Seorang laki-laki baik-baik yang membuat wanita bahagia adalah segalanya”. Di latar belakang, mawar merah berpendar-pendar menjadikan efek dramatis yang diharapkan. Haruhi lalu berucap, “Nggak ada hubungannya kan?!”. Langsung deh, latar belakang berganti lagi (menjadi seperti biasa). Tamaki tertegun kaget dengan sanggahan Haruhi. “Laki-laki, perempuan, penampilan... manusia itu yang paling penting adalah apa yang ada di dalamnya kan? Aku heran mengapa klub seperti ini sampai ada”, terang Haruhi lalu memandang Tamaki dan kembali memandang ke depan.

“Oh, hal yang sangat kejam...”, seru Tamaki dengan nada merajuk. Haruhi berubah bete lagi. Tamaki langsung menyerocos lagi lebih panjang dan lebih lebar daripada sebelumnya, dan dengan gaya yang lebih heboh daripada sebelumnya, “Tuhan kadang menciptakan makhluknya sempurna luar dalam”. “HA?!”, Haruhi tidak mengerti. “Aku mengerti perasaanmu mengapa kamu berusaha menyenangkan hatimu sendiri seperti itu”, Tamaki berkata sambil memeluk dirinya sendiri. “Kamu tidak akan bisa hidup kalau tidak melakukan hal itu. Tapi ingat hal ini baik-baik. Mengapa sampai ada karya seni yang dipajang di museum? Tentu saja, sesuatu yang cantik harus menampakkan diri mereka yang cantik karena itu tugas mereka, dan tentu saja itu berlaku bagi orang-orang yang cantik. Aku mendirikan klub ini, bekerja siang dan malam untuk meraih kecantikan sejati. Mungkin hal ini tidak berhubungan dengan penampilanmu. Tapi mari aku ajari teknikku padamu. Ketika kamu meletakkan gelas, selalu gunakan kelingkingmu sebagai bantalan (Tamaki memperagakannya). Dengan begitu, suaranya tidak terlalu keras dan kamu jadi lebih mudah meletakkannya. Bukankah juga lebih terlihat berkelas?”.

Haruhi tidak dapat berkomentar apa-apa. Ia memperhatikan sang drama queen beraksi. Di sela-sela monolog Tamaki, Haruhi berpikir dalam kepalanya, “Kata yang tepat untuk mendeskripsikan orang kayak dia itu apa ya? Hmm... coba kupikir. Hmm.. apa ya?”. Si kembar yang kebetulan lewat berhenti sejenak dan melihat adegan drama queen (yang ngelantur!). Haruhi masih dalam proses berpikir kerasnya, “Troublesome? Hmm, bukan! Ada istilah yang lebih akurat buat dia”.

Tamaki masih dengan monolognya, “Laki-laki baik-baik tidak pernah menimbulkan suara yang tidak perlu. Dan aku memang suka melihat bayangan diriku pada gelas. Selanjutnya, momen terbaik...”. Tamaki berjalan menuju Haruhi. “Kerlingan (pandangan) dari sudut bawah seperti ini benar-benar efektif. Tamaki memperagakannya. “Ahh! Aku menemukannya”, Haruhi berseru. Ia mengetuk tangannya seperti memukul mochi pada lesung mochi. “Apakah jantungmu berdenyut lebih—“, tanya Tamaki dengan segala tekniknya. Haruhi yang sama sekali tidak terpengaruh langsung menyebut tanpa tedeng alng-aling, “Obnoxious!”. Runtuhlah sudah semua monolog Tamaki. Ia berubah putih dengan rasa tidak percaya akan pendengarannya. Ia langsung memeluk lututnya dan merajuk di pojokan. Mawar yang menjadi latar belakangnya gugur beraturan. Haruhi yang merasa tidak sudah melakukan kesalahan bergumam, “Umm, Tamaki-senpai?”.

Si kembar ngakak berbarengan. HUAHAHAHA!!! Mereka segera mendekati Haruhi dan memegang kepala Haruhi. “Kamu ini benar-benar pahlawan ya!”, seru mereka gembira berbarengan. Haruhi yang tidak mengerti duduk persoalannya bengong dengan muka bete dan bergumam dalam hati, “Orang yang sangat bermasalah...”. Untuk mengembalikan suasana, Haruhi berujar (meski bohong), “I’m sorry. Sebenarnya aku sedikit tersentuh”. Tamaki berdiri lagi. Dalam sekejap, mawar merah menjadi latar belakang lagi. “I see, I see”. Ia kembali menjadi pangeran narsis dengan percaya diri berlebihan. “Kalo gitu aku ajarkan teknik lain lagi!”, ujarnya dengan menyebarkan feromonnya. “Dia cepat bangkit”, cetus Haruhi tak percaya dengan penglihatannya. Kyouya juga ternyata muncul.

“My lord...”, kata Hikaru. “Panggil aku King!”, ucap Tamaki. “Meski kamu mengajarinya latihan dasar menjadi host...”, kali ini Kaoru yang bersuara. “...dia tidak memenuhi persyaratan dasar dan utama menjadi host kan?”, Hikaru melanjutkan kalimat adiknya. “Buat tipe seperti dia, meski kacamatanya dilepas, matanya akan menjadi lebih kecil—“, Hikaru mencopot kacamata Haruhi. Haruhi berusaha menghentikan usaha Hikaru mencopot kacamatanya. “TU-tunggu..”, serunya. Hikaru tertegun. Kaoru juga mengamati Haruhi. Ekspresinya sama dengan kakaknya. “Tunggu, aku kehilangan lensa kontakku pada hari awal sekolah!’, Haruhi beralasan. Kyouya, Mori dan Honey ikut berkumpul memperhatikan Haruhi. Suara berderap terdengar. Tamaki menyeruak masuk ingin melihat juga. Sekejap, ia menjentikkan jarinya. “Hikaru! Kaoru!”, tukasnya. Si kembar segera berpose siap, “Yes, sir!”. Mereka menarik kedua tangan Haruhi dan membawanya ke ruang ganti dengan kecepatan kuda. Haruhi berteriak WAAA—. “Kyouya, panggil penata rambut!”, perintahnya pada Kyouya. Kyouya segera memencet tombol-tombol di hapenya. Selanjutnya pada Mori-senpai, Tamaki menyuruhnya meminjam lensa kontak dari UKS. Mori segera berlari menerjang menuju UKS. “Tama-chaan~~, bagaimana dengan akuu~~?”, tanya Honey ingin tahu. Tamaki menjawab, “Honey-senpai...”. Honey dengan mata bebinar-binar berharap-harap, “Yaa~~yaaa~~~”. Tamaki menyambung, “...Tolong makanlah kue disana”. DOEENG!! “Kamu tahu nggak, Tama-chan bilang mereka sedang sibuk ini dan itu...”, tampak Honey yang merasa tersingkir tidak berbuat apapun untuk Haruhi. Ia makan kue ditemani Usa-chan.

Si kembar menyerahkan satu stel seragam Ouran pada Haruhi yang masih terkaget-kaget di ruang ganti. “Ayo! Ganti dengan seragam ini!”, seru mereka bebarengan. “Apa?! Apa?!”, tanya Haruhi heran. “No questions!”, si kembar melompat akan melucuti pakaian Haruhi. Suara gedubrakan dan asap-asap keluar. “NO!!”, teriak Haruhi. Si kembar tetap berusaha memaksa Haruhi berganti seragam. “Oke! Aku akan memakainya! Kalian berdua, keluar dari sini”, sergah Haruhi akhirnya. Ia melempar (tepatnya mendorong) si kembar keluar dari bilik ganti itu. Si kembar berjingkat-jingkat keluar dari ruangan itu. Mereka berdua lalu saling pandang. DUA LAMPU MEREK NATIONAL 100 VOLT 54 WATT MENYALA. DUA LAINNYA TIDAK.

Pukul 17.25. Senja turun. Honey tampak puas dengan acara makan kuenya (reviewer sempat menghitung, ada sekitar 12 piring yang dihabiskannya). Sepertinya waktu berkunjung Host Club sudah selesai. Haruhi yang masih di kamar ganti, berkata, “Ano...senpai”. “Oh, kamu sudah selesai berpakaian?”, tanya Tamaki. Haruhi membuka tirai kamar ganti. Ia sudah berubah wujud (???). sekarang ia mengenakan seragam Ouran dan tidak memakai kacamatanya. “Aku benar-benar boleh punya seragam ini?”, tanya Haruhi kurang yakin. Tamaki adalah yang pertama memberi komentar, “Kamu benar-benar imut. Kayak anak cewek”. “Haru-chaan~~ kawaii~~”, komentar Honey. Di layar tampak disebutkan bahwa harga satu set seragam SMA Ouran adalah 300.000 yen. Yare-yare... “Kalo kamu keren kayak gitu...”, komentar Hikaru yang langsung disambung oleh Kaoru, ”... Kenapa nggak bilang dari awal?”. “Dia mungkin bisa dapat pelanggan kalo seperti ini”, Kyouya yang terakhir berkomentar. “Ya, seperti yang aku perkirakan!”, kata Tamaki bangga (di layar tampak penjelasan: padahal dia tadinya cuma ngasal aja. Dasar pembohong!). Tamaki langsung menunjuk Haruhi dan berseru, “Kamu sudah lulus dari tugas sebagai pesuruh. Mulai hari ni kamu resmi menjadi anggota Host Club. Aku pribadi yang akan mengajarimu cara-cara manjadi host nomor satu. Jika kamu bisa ngumpulin 100 pelanggan, hutangmu dianggap lunas”. Anggota lain tidak ada yang keberatan. “HOST?!”, Haruhi terkejut sekali.

Keesokan harinya. “Haruhi-kun! Haruhi-kun! Hobimu apa ya?”, tanya seorang klien yang ditemani Haruhi. “Apakah kamu ikut perawatan kulit tertentu?”, tanya seorang kliennya yang lain. “Soalnya cantik sih”, sambung klien ketiganya. Haruhi senyum-senyum najong nggak jelas. Keringat mulai bercucuran. Ia tidak tahu harus berkomentar apa. “Sudah... berakhirlah sudah...”, kutuknya dalam hati. Ketiga kliennya tersenyum penuh pengharapan akan jawaban Haruhi. Haruhi benar-benar speechless. “Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan...”, batin Haruhi lagi. Lalu ketiga tamu Haruhi tadi serempak bertanya, “Haruhi-kun, kenapa kamu bergabung dengan klub ini?”. Haruhi tersadar. “Benar juga. Kalau aku berhasil mengumpulkan seratus pelanggan, hutangku akan lunas. Itu perjanjiannya”, tegas Haruhi dalam hati. Tamaki dari balik sofa mengamati kerja Haruhi dengan pandangan harap-harap cemas.

“Oh... jadi begitu ya”, komentar klien Haruhi. Pandangan mereka iba. “Ibumu meninggal sepuluh tahun yang lalu karena sakit ya. Jadi gimana dengan pekerjaan rumah tangga sehari-hari?”, sambung mereka. “Aa, aku mengerjakannya sendiri. Ibuku sangat pandai memasak. Dia meninggalkanku banyak resep masakan ketika harus dirawat di rumah sakit. Sangat menyenangkan mempelajari resep masakan itu satu demi satu”, Haruhi menjelaskan dengan pandangan yang tidak menentu, seakan mengingat kembali masa-masa itu. Kliennya tersipu dan tersentuh dengan cerita Haruhi. Bahkan Tamaki juga tersentuh dengan cerita Haruhi. “Ayahku sangat gembira kalau aku berhasil memasaknya dengan baik. Aku sangat menikmati masa-masa itu”, sambung Haruhi santai. Hati merah muda menari-nari di atas kepala klien Haruhi. “Umm, besok kami boleh ditemani denganmu lagi?”, pinta ketiga klien Haruhi. “Oh, itu akan sangat membantuku”, Haruhi tersenyum girang. Ternyata yang mengawasi Haruhi tidak hanya Tamaki, si kembar dan Kyouya juga diam-diam mengamati.

“Dia dengan mudahnya diterima”, ucap Tamaki seperenambelas tidak percaya. “A complete natural. Seratus persen alami”, lanjut Kyouya. “Dia nggak butuh teknik”, komentar si kembar bersamaan yang sedang berjongkok di belakang sofa Tamaki. Sebuah suara wanita terdengar, “Tamaki-sama...”. Ia rupanya hendak mengingatkan bahwa sebenarnya Tamaki sedang melayaninya. Tamaki segera tersadar dan kembali pada sikap narsisnya. “Aah! Maaf ya, my princess. Aku cuma agak kuatir dengan anak kami disana”. “Kamu kelihatannya sangat perhatian padanya ya?”, sambung suara itu lagi. Ternyata si cewek dahi tinggi. “Tentu saja, soalnya aku membesarkan dia seperti anakku sendiri”, jelas Tamaki kebapakan (???). Tamaki lalu menjentikkan jarinya memanggil Haruhi. Haruhi tersadar dan segera menuju arah panggilan Tamaki. “Yes?”, jawab Haruhi. “Beri salam padanya, pelangganku, Princess Ayanokouji”, kata Tamaki memperkenalkan cewek dahi tinggi itu. Haruhi teringat kembali akan cewek itu sehari sebelumnya, “AH, orang yang kemarin—“. Haruhi tidak terlalu mengerti salam yang seharusnya digunakan, tetapi ia tersenyum malu-malu dan berkata, “Please to meet you”.

Tamaki berubah menjadi tokoh di Hokuto no Ken, alisnya menebal dan ia terkesima. Tak perlu waktu sedetik, ia langsung memeluk Haruhi dan berputar-putar. “Kamu imut sekali, Haruhi. Wajahmu yang malu-malu sangat manis. Bagus! Very good! Imut banget”, tukas Tamaki riang, masih memeluk Haruhi dan membawanya berputar-putar. Haruhi berusaha melepaskan diri. Ayanokouji terheran-heran dengan sikap Tamaki dan berusaha menyadarkannya, “Ta-Tamaki-sama...”. “Aku tidak akan melepaskanmu! Not letting you go!”, Tamaki masih gemes dengan Haruhi. Haruhi meminta pertolongan pada Mori. “Mori-senpai. Tasukete! Tolong aku”, pintanya. Mori berubah menjadi tokoh di Hokuto no Ken (juga). Ia dengan kecepatan kilat meraih Haruhi dan melepaskannya dari pelukan Tamaki. Ia mengangkat Haruhi ke udara. Terlihat semburat kemerahan pada pipi Mori. Ia menyadari sesuatu. “AA—“, gumamnya pelan. SEBUAH LAMPU MEREK NATIONAL 100 VOLT 54 WATT MENYALA. TINGGAL SATU YANG TIDAK. Untuk sejenak suasana hening. Tidak ada yang bersuara, semua terbengong, bahkan para tamu pun. Haruhi dan Mori sama-sama terlongo. Akhirnya Tamaki membuka suara, “Mori-senpai, kamu nggak sampai perlu kayak gitu kan... Ayo-ayo, kembalilah ke pelukan papa”. “Aku nggak butuh dua ayah”, seru Haruhi nyaring. Di belakang, terlihat kilatan kebencian dengan aura hitam yang mencekam.

Suara ceburan barang ke dalam air. Haruhi tidak menemukan tasnya. Ia melongok ke luar jendela. Disana, di kolam taman sekolahnya, ia melihat tak lain dan tak bukan tasnya yang isinya sudah basah berhamburan. “Oh, no... padahal aku sempat berpikir kalau tidak ada penggencetan di sekolah ini... Ini beneran...”, katanya sendiri. Ia berlari menyusuri koridor menuju kolam untuk menyelamatkan barang-barangnya yang terlanjur basah. Dalam usahanya berlari, ia bertemu dengan Ayanokouji yang berujar, “Oh, kamu... sekarang kamu kelihatan lebih rapi berkat Tamaki-sama, kan?”. Haruhi tidak berkomentar apapun, ia berhenti dari usaha larinya. “Bukankah lebih baik kamu memperbaiki karakter kampunganmu juga?”, sambungnya dingin. Selesai mengucapkan itu, Ayanokouji berjalan kembali. Haruhi berusaha mencerna kalimat yang terlontar barusan.

Haruhi menemukan barang-barangnya yang sudah basah. “Well, aku cukup yakin kalau pelakunya cewek tadi. Terlepas dari alasannya melakukan hal ini, sebaiknya aku segera menemukan dompetku. Kalo enggak aku nggak bisa makan malam hari ini”, Haruhi menggulung celana dan kemejanya. Ia terjun ke kolam dan mencari-cari dimana dompetnya gerangan. “Yo, rakyat jelata. Ngapain kamu disini? Kamu punya nyali bolos dari kegiatan klub ya?”, suara Tamaki terdengar. Ia berdiri di pinggir kolam. Haruhi melihat si pemilik suara. “Loh? Ngapain kamu mencuci tasmu?”, Tamaki yang masih belum tahu persoalannya bertanya penasaran. Haruhi sudah mengangkat tas dan beberapa bukunya ke pinggir kolam. “Aku menjatuhkannya tanpa sengaja”, jawab Haruhi. Ia melanjutkan pencariannya. “Aku belum menemukan uang makanku untuk seminggu ini”, lanjutnya. Tamaki yang memperhatikan Haruhi lalu ikut-ikutan terjun. Lengan dan celananya tergulung. Suara kecipakan air menyadarkan Haruhi. “Oh, nggak apa-apa, kamu nanti jadi ikutan basah lo”, sergah Haruhi. “Nggak apa-apa jadi basah. Bukankah ada peribahasa: orang ganteng tidak akan terluka oleh air saja”, jelas Tamaki narsis sambil terus mencari dompet Haruhi. Haruhi setengah terkesima. Sejurus kemudian, Tamaki berseru, “OOH! Apakah yang kau cari ini?”. Tamaki mengangkat sebuah dompet tinggi-tinggi. Ia mengerling pada Haruhi. Tamaki berjalan menunjukkan dompet temuannya pada Haruhi. “Kenapa? Kamu melamun di siang bolong loh!”, goda Tamaki. “Jatuh cinta padaku ya?”, lanjut Tamaki seraya menggoyang-goyangkan dompet Haruhi di depan wajah Haruhi yang mematung. Haruhi tersadar dari lamunannya. Ia menyambar dompetnya dari tangan Tamaki sambil berseru, “Siapa yang?”. “Tapi, kenapa kamu berbuat seperti ini?”, tanya Tamaki kali ini dengan wajah serius. Haruhi tergagap lalu dengan malu-malu ia mejawab, “Itu...”. Dari atas jendela yang menghadap kolam, sesosok manusia yang mengamati keadaan di kolam taman sekolah, membalikkan badannya menjauhi TKP.

“Aku tidak sengaja menjatuhkannya dari jendela”, cerita Haruhi siang itu, di ruang musik nomor 3, yang sekarang menjadi markas Host Club. “Oh, kasihan banget ya”, klien Haruhi merespon. Ia mengangkat gelas tehnya dan menghirup aromanya. “Tas yang jatuh sendiri ke dalam kolam?”, suara berirama itu menyambung lagi. Klien Haruhi ternyata adalah Ayanokouji. Mereka hanya berbicara empat mata. Dalam hati, Haruhi bertanya-tanya, “Mengapa orang ini ingin aku yang melayani?”. Ia tidak habis pikir dengan alasannya. “Tapi, demi mengambil tas kotor itu, kamu mengorbankan tangan Tamaki-sama yang berharga ya? Kamu benar-benar nggak tahu diri ya?”, cecar Ayanokouji. Ia melanjutkan, “Tamaki-sama perhatian padamu karena asal usulmu yang berbeda”. Haruhi tersadar. Ia akhirnya paham. “Jangan salah paham dengan pujiannya yang mengatakan kalau kamu kawaii”, Ayanokouji masih menyerang Haruhi secara verbal. “Jadi, pada dasarnya, kamu... cemburu ya?”, ucap Haruhi tanpa tedeng aling-aling.

Aura menjadi pekat dan berat. Ayanokouji tidak mempercayai pendengarannya. Ia mendelik. Lalu dengan gerakan secepat gerakan kempo mendaratkan pukulan ippon, ia menarik kerah baju Haruhi. Haruhi terpelanting ke depan. Meja dan kursi Haruhi terguling. Vas bunga di atas meja itu juga menjadi korban, tak terkecuali cangkir teh Ginori. Ayanokouji berteriak nyaring. “Haruhi-kun... Haruhi-kun tiba-tiba menjadi liar!”, fitnahnya. Seluruh tamu yang ada di sana sontak terpusat perhatiannya pada teriakan Ayanokouji. Haruhi jatuh berlutut dengan kedua tangan menopang tubuhnya. Haruhi masih belum memahami kondisi itu, terbengong-bengong. “Seseorang... tolong selamatkan aku. Usir rakyat jelata ini—“, pinta Ayanokouji meyakinkan sambil berteriak histeris terus.

Dua buah teko berisi air ditumpahkan dari dua tangan yang memegangnya. Air itu jatuh menimpa Haruhi dan Ayanokouji. Ternyata si kembar yang melakukan hal itu. Haruhi mengangkat wajahnya. Ayanokouji tidak percaya. “Ap-apa yang kalian lakukan?”, gagapnya. Tamaki membantu Ayanakouji berdiri. Rambutnya tergerai tak beraturan. Si kembar sama sekali tidak memberikan ekspresi apapun. “Tamaki-sama...”, ujar Ayanokouji pada Tamaki. Tamaki membelai poni lempar merah marunnya ke samping. “Haruhi-kun ingin—“, isaknya meyakinkan. “Sangat buruk... kau membuang tas Haruhi ke dalam kolam”, jelas Tamaki tanpa memandang Haruhi. Haruhi yang masih terhenyak di lantai memandang Tamaki dengan pandangan polos. “Bagaimana mungkin—“, sergah Ayanokouji membela diri. “Apakah kamu mempunyai bukti?”, lanjutnya lagi. Tamaki mengangkat wajah Ayanokouji seraya berucap tegas, “Kamu cukup cantik. Tapi kamu tidak pantas menjadi pelanggan kami.”. Mori dan Honey yang berdiri cukup jauh memandang dengan tegas (pandangan tegasnya si Mori sih. Si Honey malu-malu mengintip dari balik Mori). Si kembar menjulurkan lidahnya. Mereka berpandangan satu sama lain. “Aku tahu itu. Haruhi bukan cowok seperti itu”, tegas Tamaki menjatuhkan palu finalnya. Ayanokouji yang sudah tidak mendapatkan dukungan dari pihak manapun, langsung kabur dan berteriak, “Tamaki-sama bodoh!”.

Setelah itu, Tamaki menimbang-nimbang keadaan dan kemudian berkata pada Haruhi, “Buatmu...aku akan mengumumkan hukuman buatmu karena sudah menyebabkan keributan. Cari seribu pelanggan”, sambil menunjuk pada Haruhi. Haruhi yang masih berusaha menge-dong-kan situasi barusan, jantungnya langsung melorot. “HEGH!! Seribu?!”, batinnya sambil memikirkan kengerian yang akan dihadapinya. Tamaki lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Haruhi berdiri. Haruhi perlahan bangkit dari duduknya di lantai. Si kembar tersenyum simpul sambil menenteng teko yang sudah kosong. “Aku menantikan perkembanganmu, rookie alami”, ucap Tamaki riang lalu mengedipkan sebelah matanya pada Haruhi. Haruhi hanya setengah menjawab, “Haa—“.

Kyouya lalu memberikan satu stel seragam di dalam tas berwarna merah marun pada Haruhi supaya ia bisa berganti pakaian. “Baju ganti yang kami punya sekarang cuma tinggal ini. Lebih baik daripada tetap basah kan?”, jelas Kyouya sambil tersenyum. Ia menyerahkan seragam itu pada Haruhi. Si kembar meringis nakal. Haruhi mengecek sebentar isi tas itu. “Terima kasih banyak”, ujar Haruhi.

Jam kunjung Host Club sudah selesai. Haruhi ada di dalam bilik ganti. Tamaki membawakan Haruhi handuk. Ia membuka tirai bilik ganti itu. “Haruhi, ini. Handuknya”, ujar Tamaki enteng. Apa yang dilihat Tamaki sama sekali tidak dapat diduga sebelumnya. Tamaki bahkan sama sekali tidak pernah membayangkannya. Tamaki melihat baju dalam anak perempuan yang dipakai Haruhi di bawah blus putih basah yang dipakainya. Haruhi rupanya sedang dalam perjalanan mencopot kemejanya. Haruhi yang melihat sosok Tamaki dari bayangan yang dipantulkan cermin di depannya sontak melihat ke belakang. Ia tidak berkata apapun. Perlu waktu beberapa detik bagi Tamaki untuk menutup kembali tirai bilik ganti itu. Ia tidak jadi memberikan handuk pada Haruhi. SATU LAMPU MEREK NATIONAL 100 VOLT 54 WATT TERAKHIR AKHIRNYA MENYALA. Dari keenam lampu yang menyala itu, muncullah kanji ‘perempuan’ menyala terang benderang pada latar belakang. “Haruhi...?”, tanya Tamaki pelan (ia dalam masa berpikir). “Ya?”, jawab Haruhi pendek. “Kamu itu perempuan ya?”, tanya Tamaki dengan bodohnya. Lalu di layar tampaklah kartu pelajar Haruhi. Dalam kolom jenis kelamin, wanita-lah yang dilingkari. Pssst... Haruhi dulunya berambut panjang. “Kalau dalam pembagian jenis kelamin secara biologis, iya sih”, jelas Haruhi sungguh-sungguh.

Lalu, tirai terbuka. Muncullah Haruhi dalam wujud lain (???). Dia sekarang berpakaian seragam Ouran versi cewek! Ia benar-benar berubah (atau itulah yang ada di otak Tamaki). Tamaki menjerit histeris. Mulutnya terbuka lebar tidak percaya dengan pemandangan di depannya. Ia mengacak-acak rambutnya, merasa penglihatannya sudah tertukar atau semacamnya. “Aku pikir nggak masalah kalau senpai dan semuanya menganggap aku ini laki-laki”, terang Haruhi (ngasal) sambil merapikan pita di dadanya. “Soalnya kesadaranku akan gender lebih rendah daripada orang kebanyakan”, sambungya lagi. Tamaki masih terlongo-longo dan bergumam-gumam tidak jelas. Ia tidak tahu harus berkata apa. Kyouya yang sejak awal sudah langsung mengetahui kalau Haruhi itu cewek berkata, “Kejadian yang sangat menarik kan?”. Lalu berturut-turut, si kembar, Mori dan Honey yang mengetahui kalau Haruhi itu cewek dalam proses perjalanan, berkomentar, “Yeah”. Haruhi tersadar dengan hal yang ingin diucapkannya, “Tapi tadi senpai kelihatan sedikit keren loh!” (pada Tamaki). Ia memuji sikap Tamaki tadi. Tamaki yang pikirannya masih di galaksi Andromeda segera tersadar dari kepanikannya. Ia berubah menjadi super kepiting rebus. Ia menutup bibirnya dan beringsut mundur dengan sangat perlahan. Ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Si kembar tertawa nakal melihat perkembangan ini. Sedangkan Mori dan Honey penasaran dengan perubahan mimik Tamaki. Kyouya lalu memberikan narasi pendek pada penonton, “Mungkinkah ini awal dari sebuah cinta?”.

Tamaki masih memandang Haruhi. “Tapi, ternyata nggak buruk juga jadi host dan mendengarkan obrolan cewek-cewek”, ucap Haruhi menimbang-nimbang. Wajah Tamaki berubah biru. “Oh! Iya juga ya! Mulai sekarah aku harus memanggil diri sendiri dengan ‘ore’ ya?””, lanjut Haruhi sambil terkikik geli. (Perhatian!! Istilah ‘ore’ yang berarti aku hanya digunakan oleh cowok, dan tidak pernah cewek. Istilah ini dianggap kasar jika digunakan oleh cewek).

0 comments:

Post a Comment

Hi, everyone. Please let me know if you have any comment regarding to the articles, reviews or just suggestion regarding to this site~♥

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...